[Opini] Alasan Dragon’s Dogma sebagai Game RPG yang Membuat Saya Ketagihan
Dragon’s Dogma Dark Arisen – Pertama kalinya saya membeli game Dragon’s Dogma adalah di platform PS3. Waktu itu saya membeli versi Dark Arisen yang di dalamnya sudah terdapat expansion pack, di mana pemain dapat mengunjungi dungeon baru bernama Bitterblack Isle dan berusaha untuk mengupas rahasia di sana.
Setelah memiliki PS4 saya langsung membeli Dragon’s Dogma untuk kedua kalinya, hal ini dikarenakan versi PS4 (dan Xbox One) memiliki performa dan resolusi yang jauh lebih stabil bila dibandingkan dengan versi PS3 dan XBOX 360. Kemudian saya membeli versi Nintendo Switch, karena saya waktu itu sedang ngidam untuk bermain game ini secara portable.
Pada saat Capcom menggelar diskon di platform Steam, saya tidak tahan dengan harga yang ditawarkan untuk Dragon’s Dogma. Langsung saja saya melakukan top-up untuk Steam wallet saya dan membeli versi PC.
Daftar isi
Alasan Dragon’s Dogma sebagai Game RPG yang Bikin Ketagihan
Di saat inilah saya sadar kalau saya tidak bisa berhenti untuk memiliki Dragon’s Dogma di platform game manapun (kecuali konsol Xbox milik Microsoft). Ada beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa saya terus kembali bertualang ke dalam dunia fantasi ini:
Dragon’s Dogma Memiliki Gameplay Yang Membuat Ketagihan
Tidak bisa dipungkiri kalau gameplay adalah salah satu faktor utama yang membuat saya terus kembali. Di dalam game ini, saya merasa seperti bermain tiga franchise terkenal buatan Capcom: Breath of Fire, Devil May Cry, dan Monster Hunter.
Seperti yang dikutip dari wawancara dengan Hiroyuki Kobayashi, produser dari Dragon’s Dogma mengatakan bahwa Makoto Ikehara ikut terlibat pada tahap awal pembuatan. Ikehara terkenal sebagai designer dari franchise Breath of Fire.
Dalam keterlibatannya, Ikehara terlibat dalam membuat gambaran keseluruhan dan beberapa elemen yang ada di dalam naskah, beserta masukan lainnya.
Sistem pertarungan dan party-nya juga terasa mirip dengan Devil May Cry dan Monster Hunter. Tak heran, karena sutradara Hideaki Itsuno, adalah sutradara dari franchise Devil May Cry. Selain tempo pertarungannya yang fast paced (cepat) dan hack and slash, pemain juga bisa bertemu dengan monster-monster besar seperti Naga, Troll, Ogre, Griffin, dan lainnya.
Dibutuhkan kehati-hatian dan koordinasi antar tim untuk mengalahkan monster-monster tersebut. Pemain yang tidak mempersiapkan diri dengan item, magic, skill dan equipment yang sesuai masih dapat kalah, meski level mereka sudah jauh lebih tinggi daripada musuh-musuh mereka.
Beragam Class Yang Unik
Sama seperti game RPG fantasy pada umumnya, game ini menampilkan beragam macam class atau pekerjaan (di dalam game disebut sebagai vocation) yang bisa kamu pilih. Mereka adalah Fighter, Strider, dan Mage. Nah, ketiga vocation ini nantinya akan memiliki versi yang lebih kuat lagi seperti Warrior, Ranger dan Sorcerer.
Uniknya, apabila pemain memaksimalkan level vocation tertentu mereka, seperti misalnya Strider dan Mage, maka pemain dapat membuka sebuah vocation hybrid atau gabungan yang bernama Magic Archer. Vocation ini berguna bagi pemain, yang misalnya ingin menjadi seorang pemanah, tapi membutuhkan elemen sihir di dalam setiap anak panah yang dilepaskannya.
Perlu diingat bahwa setiap vocation memiliki kemampuan yang berbeda-beda, sehingga dapat merubah strategi dan gaya bermain. Sebagai contoh, Fighter lebih fokus kepada pertarungan jarak dekat, Strider ahli dalam pertempuran jarak jauh, dan Mage tentunya dapat mengeluarkan sihir untuk musuh yang kuat serangan fisik.
Di sini pemain dapat memutuskan untuk menjadi penyerang yang aktif ataupun pasif, tergantung gaya bermain mereka.
Dunia dan Sidequest Yang Lebih Menarik dari Cerita Utama
Di dalam Dragon’s Dogma, pemain adalah seseorang yang terpilih untuk mengalahkan naga dan kehancuran dunia bernama “Arisen.” Nantinya pemain akan ditemani oleh sekelompok makhluk yang bernama “Pawn.” Mereka bertugas untuk menemani Arisen dalam perjuangannya mengalahkan sang naga.
Harus diakui kalau Dragon’s Dogma memiliki plot yang klise dan mudah ditebak. Namun, hal ini bukanlah faktor yang membuat saya kembali, melainkan misi sampingan atau sidequest yang ditawarkan. Nantinya pemain akan bertemu dengan beragam karakter di dalam Dragon’s Dogma dan mereka memiliki sidequest yang dapat diselesaikan.
Beberapa sidequest ini nantinya akan membahas mengenai arc dari karakter-karakter yang pemain temui, lore atau pengetahuan dari dunia Dragon’s Dogma, atau bahkan kisah yang saling bersilangan dengan cerita utama. Nantinya juga akan ada konsekuensi dari bagaimana pemain memilih untuk menyelesaikan misinya. Jadi pikirkan baik-baik sebelum bertindak.
Di sisi lain penulis berharap agar sekuelnya, Dragon’s Dogma 2, dapat memberikan pengalaman bermain yang menyenangkan seperti yang ada di dalam game pertamanya ini. Namun, ada juga kekhawatiran pada penulis mengingat dunia Dragon’s Dogma 2 yang lebih luas dari game pertamanya. Hal ini mengingat tidak semua game open world memiliki dunia yang unik dan menarik, sehingga pemain tidak ingin kembali lagi.
Meski begitu, kecurigaan saya bisa saja salah. Pasalnya Hideaki Itsuno, sang sutradara Dragon’s Dogma 2, menjanjikan pengalaman travelling yang menyenangkan. Sehingga dalam perjalanannya kita dapat menemukan hal-hal menarik di dunia Dragon’s Dogma 2, yang tidak dapat ditemukan ketika melakukan fast travel.
Baca juga informasi Gamebrott menarik lainnya terkait Dragon’s Dogma atau artikel lainnya dari Kaab Al Farozi. For further information and other inquiries, you can contact us via author