11 Game yang Selamatkan Studionya dari Gulung Tikar
Pada tiap game punya ceritanya sendiri. Terkadang game dibuat karena permintaan fans, karena keinginan sendiri, atau mungkin karena itu harapan terakhir mereka untuk bangkit lagi. Terkadang kita tak tahu franchise besar yang kita mainkan sekarang ini awalnya menjadi kesempatan terakhir sang developer untuk tidak tinggalkan industri ini. Dan developer tersebut mungkin tak menyangka jika game terakhir mereka inilah yang akan membawa mereka dari keterpurukan menjadi perusahaan besar.
Berikut adalah 10 game yang selamatkan developer dari gulung tikar:
Daftar isi
1. Final Fantasy
Untuk game dengan kata “final” didalamnya, game ini tak terlihat ada tanda-tanda akan berakhir sama sekali. Kini telah ada 15 game utama dan belasan spin-off dan sub-series dari franchise ini, dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Lalu apa arti dibalik judul game tersebut?
Beberapa orang mengatakan game ini diberi judul demikian karena inilah game terakhir sang kreator – Hironobu Sakaguchi sebelum berhenti dari studio game dan kembali ke kuliah. Hal tersebut benar, namun ada cerita yang lebih besar dari judul game ini. Square dalam krisis finansial pada tahun 1987 silam. Mereka terancam gulung tikar apabila tak mampu perbaiki masalah finansial tersebut. Maka desainer disana mencoba untuk buat satu game lagi yang akan jadi harapan terakhir mereka untuk bangkit kembali, sebuah game turn-based RPG bertema fantasi yang diberi nama “Final Fantasy”.
Tanpa disangka, harapan terakhir mereka ini laris manis di pasar. Game terjual 400.000 kopi untuk versi Famicom, dan untuk versi NES terjual hingga 700.000 kopi. Kesuksesan yang tak diekspektasi ini membuat Square terus ciptakan JRPG dengan formula yang sama hingga kini menjadi salah satu publisher game terbesar yang kita kenal sebagai Square Enix.
2. Spyro the Dragon
Xtreme Games memulai perjalanan sebagai developer game dengan membuat game tiruan Doom untuk console Panasonic 3DO. Hal tersebut karena devkit dari 3DO tergolong murah serta Doom menjadi game paling populer saat itu. Sayangnya karena console tersebut tak populer dan dicap sebagai salah satu console terburuk yang pernah ada, game tak terjual banyak.
Xtreme Games kemudian beralih ke console Sony Playstation dengan harapan akan bawa keuntungan yang lebih besar, Sayangnya game pertama mereka di console tersebut, Disrupt, tak sukses dalam segi penjualan meskipun dapatkan review yang memuaskan. Dengan semua game tak bawakan keuntungan sama sekali, mereka memutuskan untuk buat satu game lagi. Melihat kesuksesan Crash Bandicoot serta demografi gamer di 90an yang kebanyakan remaja penggemar game platformer, Xtreme Games putuskan untuk buat game platformer collectathon ala Banjo and Kazooie tapi dengan karakter naga – Spyro the Dragon.
Dari sini mereka mengambil keputusan untuk berganti nama menjadi Imsoniac Games. Dan karena kesuksesan Spyro the Dragon berserta 2 sekuelnya, mereka kini menjadi salah satu developer andalan dari Sony selain Naughty Dog.
3. Life is Strange
Dontnod Games mulai karir mereka dengan sebuah game action bertema scifi – Remember Me. Sayangnya game tersebut dikritik buruk, mengakibatkan penjualannya juga tak temui target mereka sama sekali. Pada saat ini, studio Paris tersebut dihadapi krisis finansial dan terancam bangkrut. Dengan budget minim, mereka mencoba bereksperimen dengan formula game story driven ala Telltale Games dan ciptakan Life is Strange.
Game episodik bertema remaja dan time travel ini tak disangka diterima positif oleh kritikus dan juga gamer. Game ini bahkan terima penghargaan best story di berbagai acara penghargaan bergengsi. Game kedua ini yang selamatkan mereka dari gulung tikar dan kini mereka akan teruskan game tersebut sekaligus mencoba kembali membuat game kelas AAA berjudul Vampyr.
4. Conan Exiles
Dengan game The Park dan Lego Minifigures MMO jauh dari kata sukses, Funcom alami krisis finansial dan harus meminjam uang dari investor untuk hindari gulung tikar. Mereka mencoba untuk buat satu game lagi yang mengikuti trend genre survival di Steam baru-baru ini berjudul Conan Exiles. Apabila game tersebut tak terjual baik, maka perusahaan tersebut akan gulung tikar. Untungnya, fitur penis slider ini membuat game tersebut bisa selamatkan perusahaan mereka dari kebangkrutan.
Dalam waktu seminggu dirilis, keuntungan yang dihasilkan dari game tersebut telah melebih modal pembuatan game dan angkanya bisa saja terus bertambah apabila game telah keluar dari early access. Vice presdent dari Funcom, Lawrence Poe, melihati kesuksesan Conan Exiles ini hanya bisa mengatakan “Siapa sangka remaja tertawa melihati penis besar bisa selamatkan perusahaan kami?”
5. Angry Birds
Sebelum Angry Birds, Rovio Entertainment membuat 51 game java untuk publisher lain seperti Namco dan EA. Semuanya berjalan lancar hingga mereka memutuskan untuk membuat game sendiri. Rovio dalam kondisi krisis dan hampir bangkrut di awal tahun 2009. Mereka perlu buat satu game yang akan sukses di pasar. Puluhan konsep dipikirkan, hingga mereka akhirnya setuju untuk lakukan konsep dari Jaakooo Iisalo. Iisalo mengusulkan ide membuat game tentang burung bulat kartun yang menabrak kumpulan blok warna-warni. Ide tersebut terdengar jenius untuk mereka.
Setelah game selesai dibuat, mereka justru ragu apakah orang akan menyenangi game tersebut. Bos dari Rovio – Niklas Hed hampir batalkan proyek tersebut secara keseluruhan karena masih meragukan game tersebut akan sukses. Namun keraguannya tersebut musnah seketika setelah melihat neneknya yang non-gamer ketagihan memainkan game cucunya hingga lupa mengecek masakannya yang telah gosong. Dari momen tersebut, Niklas mulai optimis dan merilis game tersebut untuk iOS dan Meemo pada Desember 2009. Tak disangka, game yang sempat dia ragu untuk rilis kini menjadi salah satu franchise mobile terbesar, miliki satu adaptasi film dan jadi sponsor di Everton.
6. Nier Automata
Platinum Games menjadi salah satu developer game action terbaik saat ini. Tapi dibalik mahakarya mereka seperti Bayonetta, Vanquish, Wonderful 101, dll. Penjualannya tak semanis review yang game tersebut dapatkan. Bayonetta 2 yang merupakan salah satu sekuel terbaik di era modern ini terpaksa menjadi eksklusif WiiU karena mereka tak punya biaya selesaikan game tersebut dan hanya Nintendo yang mau membiayai mereka.
Setelah pembatalan Scalebound oleh Microsoft, Platinum Games makin berada dalam krisis finansial dan punya potensi keluar dari bisnis. Untungnya Nier Automata dan Yoko Taro menjadi penyelamat studio Jepang tersebut. Hideki Kamiya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Yoko Taro setelah Nier Automata terjual 1.5 juta kopi secara digital. Jika ada pesan moral dari cerita Platinum Games ini, pantat anime mengubah segalanya.
7. The Elder Scrolls III: Morrowind
Studio yang terkenal akan The Elder Scrolls V: Skyrim dan Fallout 4 ini takkan mungkin jadi sebesar sekarang kalau tidak karena Morrowind. Game tersebut menjadi game favorit dari Todd Howard karena game itulah yang selamatkan Bethesda dari masa-masa sulit mereka.
Setelah Daggerfall, mereka dalam kondisi yang kritis pada akhir 90-an. Mereka terancam tutup setelah expansion Daggerfall yaitu Battlespire dan Redguard terjual buruk. Tak hanya disitu, game-game lain yang mereka buat selain The Elder Scrolls seperti Skynet dan The 10th Planet jauh dari kata “laku”.
Setelah menjadi bagian dari Zenimax, Todd Howard dan timnya mulai keluarkan segala ide mereka untuk The Elder Scrolls III: Morrowind. Dari titik ini, Todd dan timnya tak takut untuk bangkrut. Bagaikan all out di game Poker, mereka taruhkan semuanya untuk Morrowind. Berbagai fitur ambisisus diciptakan untuk Morrowind, dan hasilnya memuaskan. Tak hanya Morrowind menjadi game tersukses mereka saat itu, tapi juga standar untuk game mereka selanjutnya.
8. Crash Bandicoot
Jam Software ditemukan pada September 1984 oleh Andy Gavin dan Jason rubin. Studio kecil ini hanya mampu membuat game-game kecil untuk publisher yang sama kecilnya seperti mereka. Ingin menjadi studio yang lebih besar, Jam Software berganti nama menjadi Naughty Dog dan buat game Rings of Power untuk Sega Mega Drive. Game tersebut diterima begitu buruk oleh kritikus dan sangking buruknya mereka terancam bangkrut.
Tapi Naughty Dog tak mau menyerah dan juga mereka bisa dikatakan “gila”. Mereka entah bagaimana bisa dapatkan tawaran membuat 3 game dengan Universal Interactive Studios meskipun belum ada satu game menjanjikan dari mereka.
Game pertama yang mereka buat usai kerja sama ini adlaah Way of the Warrior. Sama seperti Rings of Power, game ini dibenci oleh kritikus dan gamer serta penjualannya buruk. Dari sini mereka tak mau main-main lagi atau mereka akan tutup studio tersebut. Mereka memutuskan untuk membuat game paling ambisius mereka, sebuah game dengan codename “Sonic’s Ass game”. Konsep yang hadir dari kepala mereka untuk game ini adalah platformer 3D yang dimana pemain tak perlu pusing soal kamera serta hewan maskot yang dapat kalahkan Sonic. Dari sinilah mereka memutuskan mengambil gameplay linear serta bandicoot sebagai tokoh utama.
Crash Bandicoot terjual 6,8 juta kopi, menjadi angka yang luar biasa untuk mereka. Tak hanya game ini menjadi awal kesuksesan Naughty Dog, game ini juga membawa Playstation berhasil saingi Nintendo.
9. Pillars of Eternity
Obsidian Entertainment merupakan salah satu developer RPG berbakat yang kurang diapresiasi. Mereka membuat sekuel Star Wars: KOTOR dan Fallout New Vegas yang keduanya sama-sama bagus meski dengan proses pengembangannya yang penuh keterbatasan. Obsidian Entertainment hampir bangkrut setelah proyek Aliens: Crucible RPG terpaksa dibatalkan. Game tersebut telah makan biaya modal studio tersebut, maka dari itu dampak dari pembatalan game itu sangat luar biasa pada finansial mereka.
Untungnya mereka diselamatkan oleh proyek Pillars of Eternity setelah proyek tersebut diperkenalkan di Kickstarter. Dengan janji berikan Classic RPG ala Baldur’s Gate dan Planescape , Kickstarter tersebut kantongi $4,3 juta yang lebih dari target mereka yang hanya meminta $1 juta.
Kini Obsidian tak lagi menjadi studio independen yang terus-terusan kepepet dana. Mereka kini telah diakuisisi oleh Microsoft dan menjadi bagian dari keluarga Xbox untuk kembangkan game apapun yang mereka mau.
10. Journey
Game dari Thatgamecompany ini menjadi game yang unik disaat game penuh kekerasan memenuhi pasar gaming. Game ini fokus dengan membuat pemain merasa kesepian dan mencari tahu misteri dibalik area yang mereka telusuri.
Proses pengembangan dari Journey tergolong momen paling menantang bagi Thatgameofcompany. Mereka seharusnya telah rilis game tersebut lebih awal karena kehabisan dana. Namun karena sang director Jenova Chen benar-benar ingin game tersebut berikan efek emosional yang luar biasa ke gamer, dia teruskan pengembangan game tersebut. Banyak staff yang tak digaji akibat kekurangan dana ini. Masalah finansial yang terus menyerang studio membuat banyak staff penting berhenti dan pindah.
Setelah waktu tambahan untuk pengembangan Journey ini dilakukan, hasilnya tergolong memuaskan. 25 game tester dibuat menangis dengan hasil akhir game, game ini menjadi best-selling di Playstation Network, menangkan Game of The Year di berbagai penghargaan bergengsi dan Chen juga dapatkan surat dari gadis 15 tahun yang telah meninggal. Di surat tersebut gadis tersebut mengucapkan terima kasih mereka telah berikan game yang begitu emosional sebelum dia menghembuskan nafas terakhir. Tanpa penundaan tersebut, semua ini belum tentu terjadi dan Chen bangga telah memilih keputusan yang benar.
11. Cuphead
Game perdana dari Studio MHDR yang dibentuk 2 bersaudara Chad dan Jared Moldenhauer. Game ini menjadi passion project yang selalu dikembangkan oleh kedua saudara untuk mengenang kembali kenangan kartun klasik yang mereka sering tonton.
Dikembangkan mulai dari tahun 2010, kedua bersaudara tersebut memaksakan diri untuk tidak menggunakan teknik modern sama sekali untuk aspek animasi di game dan juga background, membuat proses jauh lebih lama dari tipikal game 2D shooter yang ada di pasaran.
Untuk memperparah keadaan, game ditargetkan berjalan pada framerate 60FPS. Sebagai perbandingan, semua kartun yang kamu tonton dengan gambar tangan dibuat dengan format 24 FPS, maka Cuphead bisa dibilang membutuhkan hampir 3 kali lipat proses menggambar untuk tiap animasi mau itu dari karakter utama, musuh atau juga karakter yang berada di background.
Game diperlihatkan pertama kali pada tahun 2014 ke publik dan mendapatkan respon yang sangat luar biasa, mendorong semangan kedua saudara tersebut untuk memperbesar skala game dari yang seharusnya hanya boss-rush menjadi game platformer penuh dengan level tradisional dan lebih banyak konten.
Semakin besar skala game, semakin dibutuhkan banyak orang apabila ingin proyek berjalan lancar, dan semakin banyak orang terlibat, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Alhasil, Chad dan Jared memutuskan untuk gadaikan rumah mereka. Hal ini menambah resiko terhadap proyek ini. Cuphead harus sukses atau tidak tak hanya studio mereka yang pailit, tetapi juga kehidupan pribadi mereka. Untungnya hal tersebut tidaklah terjadi karena game berhasil menerima respon baik dari gamer maupun media dan juga menerima penjualan yang sangat baik meski dengan tingkat kesulitan yang memancing emosi.
Kini Cuphead tak hanya sukses di semua console game diluncurkan, tetapi juga telah mendapat serial kartu dari Netflix, sesuatu yang diimpikan oleh Chad dan Jared untuk terjadi meski memang kartun tersebut dibuat secara digital karena masalah waktu produksi.